Skip to content

Perdagangan Karbon: Instrumen Mitigasi Lingkungan dan Peluang Ekonomi

Perdagangan karbon atau carbon trading merupakan mekanisme pasar di mana negara atau korporasi yang telah mengurangi emisi gas rumah kaca melebihi batas yang ditetapkan dapat menjual “kredit karbon” kepada pihak lan yang belum memenuhi ambang emisi yang mereka hasilkan. Kredit karbon ini biasanya setara dengan satu ton CO2 yang berhasil dihemat atau diserap.

Karbon

 

Karbon dalam ruang internasional dan tantangannya

Perdagangan karbon diatur dalam Pasal 6 Perjanjian Paris, yang membuka ruang bagi kerjasama antar negara melalui sistem global karbon—baik wajib (compliance) maupun sukarela. Namun, dalam penerapannya mekanisme ini masih rentan terhadap kontroversi karena riwayat fraud, transparansi yang lemah, dan praktik kredit tidak jelas selama Clean Development Mechanism (CDM) era Kyoto.

Kebijakan dan implementasi di Indonesia

Peran Indonesia dalam komitmen lingkungan di lingkup internasional dapat dilihat melalui partisipasinya dalam berbagai agenda keberlanjutan seperti Sustainable Development Goals (SDGs), aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta konservasi keanekaragaman hayati. Adaptasi terhadap perubahan iklim yang dilakukan oleh Indonesia—salah satunya dengan membangun pasar karbon, dengan asas nilai ekonomi karbon lewat sejumlah regulasi:

  • Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021
    , sebagai landasan dasar peluncuran pasar karbon internasional. Indonesia meluncurkannya resmi di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Januari 2025.
  • Infrastruktur pendukung seperti  Sistem Registri Nasional (SRN) dan mekanisme MRV (Measurement, Reporting and Verification) serta SPE-GRK (sertifikat penurunan emisi gas rumah kaca) juga disiapkan guna menjamin integritas sistem.

Manfaat ekonomi dan lingkungan

Dampak positif yang dihasilkan dalam kegiatan perdagangan karbon mencakup:

  • Memacu mitigasi iklim sekaligus menciptakan peluang ekonomi, terutama dalam sektor kehutanan, EBT, dan pengelolaan limbah.
  • Perkiraan pendapatan signifikan—berasal dari pengelolaan hutan tropis, mangrove dan lahan gambut luas di Indonesia.
  • Meningkatkan pendapatan negara bukan pajak, serta membuka lapangan kerja hijau.

Tantangan dan integrasi pasar

Penerapan perdagangan karbon—sebagai iklim baru dalam pasar Indonesia—sampai saat ini masih terus dalam penyempurnaan, sehingga masih terdapat berbagai tantangan serius seperti:

  • Belum jelas apakah unit karbon diperlakuan sebagai efek atau komoditas di bursa, yang dapat berdampak pada efektivitas regulasi dan perdagangannya
  • Risiko double counting, menipulasi data, dan kurangnya pemahaman terhadap mekanisme karbon menjadi hambatan
  • Prinsip dagang seperti dalam Permen LHK No.21/2022, melarang penjualan karbon individual saaf NDC sektor belum tercapai
  • Tata kelola yang kuat dan disiplin institusional sangat dibutuhkan—pentingnya sinergi antar lembaga, kesiapan supply-demand, dan kerja sama internasional
  • Integritas lingkungan sebagai nilai utama harus dijaga, sesuai UUD 1945 dan pelaksanaan konstitusi negara.

Kesimpulan

Perdagangan karbon menawarkan peluang ganda—sebagai instrumen mitigasi perubahan iklim sekaligus pendorong ekonomi hijau. Dengan adanya regulasi yang sudah berjalan dan potensi besar dari hutan serta ekosistem karbon biru, Indonesia diharapkan mampu menjadi pelaku utama dalam pasar karbon dunia, asalkan dibarengi dengan tata kelola, transparansi dan integritas lingkungan tetap dijaga.